NINIK PUTRI HANDAYANI
NIS / NISN : 12217998 / 9975530977
XI TITL 4
SMK NEGERI 1 BALIKPAPAN TAHUN AJARAN
2013/2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr.Wb
Puji syukur saya
panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidahnya saya diberikan kesehatan
untuk dapat menyelesaikan tugas ini. Salawat beserta salam senantisan tercurah
kepada Nabi Muhammad saw beserta para keluarga dan sohabatnya.
Tugas
ini dibuat untuk memenuhi nilai mata pelajaran Pendidikan Agama Islam semester
IV. Serta sebagai petunjuk para remaja dalam bergaul.Dalam menyusun, tentunya
tidak mungkin terlaksana apabila tanpa semangat, dukungan, serta bimbingan dari
pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam hidup saya. Oleh karena itu, pertama
saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu dan kakak saya.
Akhirnya makalah
dapat terselesaikan pada waktu yang diharapkan, dan saya berharap mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat. Amin…
Wabillihi taufik
walhidayah, wassalammu’alaikum Wr.Wb.
Balikpapan, 24 Februari 2014
Ninik Putri Handayani
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI HALAMAN
KATA PENGANTAR……………………………………….......................................i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………………1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………………………………..1
C. Maksud dan Tujuan ………………………………………………………………1
D. Kerangka Pemikiran ………………………………………………………………1
E. Metode Penulisan ………………………………………………………………….1
F. Sistematika Penulisan …………………………………………………………….2
BAB II PERGAULAN DALAM AJARAN ISLAM
A. Pengertian Pergaulan ……………………………………………………………...3
B. Landasan Perlunya Pergaulan ……………………………………………………..4
C. Faktor Utama
Dalam Pergaulan …………………………………………………..4
BAB III PANDANGAN AJARAN ISLAM TERHADAP
PERGAULAN
A. Perkebangan Alam
Pemikiran Umat Islam ………………………………………..6
B.Pergaulan Secara Islami……………………………………………………………. 7
C.Percintaan Remaja Dalam Pandangan Islam ………………………………………7
BAB IV ANALISIS HUKUM
A. Etika bergaul dalam agama islam ……………………………………………..10
B. Cara bergaul yang baik menurut ajaran islam …………………………………12
C. Hal yang harus dijaga agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas………….... 21
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan ……………………………………………………………………..29
B.
Saran ……………………………………………………………………………..29
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...30
Segala puji bagi Allah, yang Maha
Mengetahui dan Maha Melihat hamba-hambanya, Maha suci Allah, Dia-lah yang
menciptakan bintang-bintang di langit, dan dijadikan padanya penerang dan Bulan
yang bercahaya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa
Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya, yang diutus dengan kebenaran, sebagai
pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, mengajak pada kebenaran dengan
izin-Nya, dan cahaya penerang bagi umatnya. Ya Allah, curahkan sholawat dan
salam bagi nya dan keluarganya, yaitu doa dan keselamatan yang berlimpah.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia merupakan makhluk social yang
memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhan kehidupan. Salah satunya dengan
bergaul. Pergaualan adalah hal yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan,
baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Pergaulan adalah
satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.
Ditengah era globalisasi ini banyak
kebudayaan asing yang masuk dan mencoba menjajah remaja muslim. Makalah ini
memmbahas pergaulan remaja yang
diperbolehkan dalam islam.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Bagaimana etika
bergaul dalam agama islam..?
Bagaimana cara
bergaul yang baik menurut ajaran islam?
Apa saja hal yang
harus dijaga agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas?
C. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Untuk mengetahui etika bergaul yang baik
menurut ajaran islam.
2. Untuk mengetahui cara bergaul yang baik
menurut ajaran islam.
3. Untuk mengetahui
hal yang harus dijaga agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas.
D. KERANGKA PEMIKIRAN
Penulisan makalah ini dimaksudkan
untuk memberikan pencerahan dan larangan kepada seluruh masyarakat di Indonesia
mengenai Pergaulan remaja menurut ajaran islam.Maka dari itu saya mencoba untuk
menjelaskan dalam makalah ini.
E. METODE PENULISAN
Metode penulisan dalam makalah ini yang saya
gunakan adalah metode literature dengan cara menjadikan buku serta tambahan
dari internet sebagai sumber untuk bahan penulisan dalam makalah ini.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika dari makalah ini adalah dengan
menggunakan sistematika yang semestinya dan yang lazim dipergunakan.
BAB I Terdiri dari Latar Belakang
Masalah,Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan, Kerangka Berfikir, Metoda
Penulisan dan Sistematika.
BAB II Adalah mengenai landasan teori yang
memiliki sub pokok bahasan antara lain mengenai pergaulan dalam islam.
BAB III Adalah mengenai Uraian dari materi
antara lain tentang pandangan islam tentang pergaulan.
BAB IV Adalah Analisa Hukum dari identifikasi
masalah.
BAB V Adalah Penutup yang terdiri dari
kesimpulan dan saran dan yang terakhir adalah daftar pustaka yang mencantumkan
dari mana bahan ataupun sumber penulisan makalah ini.
BAB II
LANDASAN
TEORI PERGAULAN DALAM AJARAN ISLAM
A.
Pengertian Pergaulan
Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan
lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat
mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di
dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika
ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah
manusia.seperti halnya diungkapkan dalam QS.AL HUJURAT yaitu:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS. Al Hujurat [49]:13)
Munculnya istilah pergaulan bebas seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan tekhnologi dalam peradaban umat manusia, kita patut bersyukur dan bangga
terhadap hasil cipta karya manusia, karena dapat membawa perubahan yang positif
bagi perkembangan / kemajuan industri masyarakat.
Tetapi perlu disadari bahwa tidak selamanya
perkembangan membawa kepada kemajuan, mungkin bisa saja kemajuan itu dapat
membawa kepada kemunduran. Dalam hal ini adalah dampak negatif yang diakibatkan
oleh perkembangan iptek, salah satunya adalah budaya pergaulan bebas tanpa
batas.
Dilihat
dari segi katanya dapat ditafsirkan dan dimengerti apa maksud dari istilah
pergaulan bebas. Dari segi bahasa pergaulan artinya proses bergaul, sedangkan
bebas artinya terlepas dari ikatan. Jadi pergaulan bebas artinya proses bergaul
dengan orang lain terlepas dari ikatan yang mengatur pergaulan. Islam telah
mengatur bagaimana cara bergaul dengan lawan jenis. Hal ini telah tercantum
dalam surat An - Nur ayat 30 - 31. Telah dijelaskan bahwa hendaknya kita
menjaga pandangan mata dalam bergaul. Lalu bagaiamana hal yang terjadi dalam
pergaulan bebas? Tentunya banyak hal yang bertolak belakang dengan aturan -
aturan yang telah Allah tetapkan dalam etika pergaulan. Karena dalam pergaulan
bebas itu tidak dapat menjamin kesucian seseorang.
Google, islami. 2005. Akibat Pergaulan
Bebas. Kalimantan: HIV/
B.
Landasan Perlunya
Pergaulan
Tidak ada mahluk yang
sama seratus persen di dunia ini. Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Meski
ada persamaan, tapi tetap semuanya berbeda. Begitu halnya dengan manusia. Lima
milyar lebih manusia di dunia ini memiliki ciri,
sifat, karakter, dan bentuk khas. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar
ketika nantinya dalam bergaul sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan
sifat, karakter, maupun tingkah laku. Allah mencipatakan kita dengan segala
perbedaannya sebagai wujud keagungan dan
Kekuasaan-Nya.
Maka
dari itu, janganlah perbedaan menjadi penghalang kita untuk bergaul atau
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita. Anggaplah itu merupakan hal yang
wajar, sehingga kita dapat menyikapi perbedaan tersebut dengan sikap yang wajar
dan adil. Karena bisa jadi sesuatu yang tadinya kecil, tetapi karena salah
menyikapi, akan menjadi hal yang besar. Itulah perbedaan. Tak ada yang dapat
membedakan kita dengan orang lain, kecuali karena ketakwaannya kepada Allah SWT (QS.Al_Hujurat[49]:13)
Perbedaan
bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah
menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya.
Sekali lagi tak ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya.
C. Faktor Utama Dalam
Pergaulan
1.
Ta’aruf.
Apa jadinya ketika seseorang tidak mengenal orang lain? Mungkinkah
mereka akan saling menyapa? Mungkinkah mereka akan saling menolong, membantu,
atau memperhatikan? Atau mungkinkah ukhuwah islamiyah akan dapat
terwujud? Begitulah, ternyata ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu
yang wajib ketika kita akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang
lain. Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran,
karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.
2.
Tafahum
Memahami, merupakan langkah kedua yang harus
kita lakukan ketika kita bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal
seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah
bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat memilah dan
memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita
jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan
oleh agama teman dekat kita. Masih ingat ,”Bergaul dengan orang shalih ibarat
bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita
bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan
tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap.Tak dapat dipungkiri, ketika
kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan banyak sedikit membawa kita
menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul dengan
orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku (akhlakul
majmumah).
3.
Ta’awun.
Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada
yang kurang jika belum tumbuh sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah
sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan
Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan
dan takwa. Rasullulloh SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang
yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain.
Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun telah menjadi
bagian penting yang harus kita lakukan. Tapi, semua itu tidak akan ada artinya
jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu yang
utama, termasuk ketika kita mengenal, memahami, dan saling menolong.
BAB III
PANDANGAN
HUKUM ISLAM TERHADAP PERGAULAN
A.
Perkembangan Alam
Pemikiran Umat Islam
Perkembangn
Ilmu Pengetahuan di dunia Islam, pengetahuan akal dan intelektual merupakan
suatu dorongan intristik dan inheren dalam ajaran islam. Pada masa daulah
Abbasiah, Ibukota Baghdad menjadi pusat Intelektual Muslim, dimana terjadi
pengembangan Ilmun Pengetahuan dan kebudayaan Islam. Sekolah-sekolah dan
Akademik muncul disetiap pelosok. Perpustakaan-perpustakaan umum yang besar
didirikan dan terbuka untuk siapapun sehingga pemikiran Filosofis-filosofis
besar zaman klasik dipelajari berdampingan dengan Ilmu Islam. Bila dianalisis
lebih lanjut sampai periode-periode ini kaum Intelektual Islam identik dengan
Ulama. Apalagi bila diingat bahwa Ulama dalam Pengertian aslinya orang berilmu.
Ilmu yang dikuasainya itu tidak terbatas pada Ilmu Agama saja. Pendapat ini
biasa dipegang karena kegiatan Intelektual itu tumbuh karena manusia sibuk
dengan urusan Agama. Mereka ini disebut intelektual atau Ulama klasik yang oleh
Shill sebagai intelektual lama atau intelektual sacral dari Abad
Pertengahan.
Demikianlah sejarah perkembangan Intelektual
Muslim pada masa yang disebut Harun Nasution sebagai periode klasik (650-1250)
yang merupkan zaman kemajuan, dimasa inilah berkembangnya dan munculnya ilmu
pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun Non Agama dan Kebudayaan Islam.
Zaman inilah yang menghasilkan Ulama besar seperti Imam Malik, Abu Hanafi, Imam
As-syafi’i dan Imam Ibnu Hambali dalam Bidang Hukum, Teologi Zunnunal Misri,
Abu Yzaud Al-Butami dan Al-Hallaj dalam mistimisme atau tasawuf, dll. Pada masa
kejayaan ini perkembangan intelektual muslim mencapai puncaknya sehingga
cenderung membentuk pemikiran bebas ( rasionalisme ). Keadaan ini menimbulkan
pertentanagn dan kecemasan dikalangan sebagian kaum intelektual muslim,
pemikiran ini ditentang oleh Al-Ghazali (1059-1111). Sampai sekarang diakui
bahwa periode sejarah peradaban Islam serta pendidikan yang paling cemerlang
terjadi pada masa pemerintahan daulah Abbasyiah di Baghdad (750-1285 M) dan
Daulah Umayyah di Spanyol (711-1492 M).Dengan adanya suatu perkebangan
pemikiran maka secara langsung manusia memiliki suatu kompetensi untuk
melakukan suatu pergaulan yang lebih maju dari sebelumnya.
A.
Pergaulan Remaja Secara Islami
Adalah remaja yang sopan terhadap sesama
muslim dan remaja yang sopan dalam berpakaian dan dengan kata-kata yang lembut dan tertutup. Memang remaja ini,
kalau menurut zaman sekarang adalah zaman kuno,akan tetapi menurut ajaran Islam
adalah wanita harus menutup auratnya dandilarang memperlihatkan anggota
tubuhnya yang sexy itu. Karena aurat wanitaitu sangat mahal harganya dan remaja
ini biasa sangat kuper.Remaja seperti ini biasanya jarang suka bergabung dengan
teman-temannya lain, karena dia lebih suka mengurung diri dan dia sukanya
sholat,mengaji, dll.
Yang harus dihindari pada wanita adalah sebagai berikut :
- Wanita muslim itu dilarang berpandangan mata dengan yang bukan
muhrimnya.
- Wanita muslim dilarang berpegangan tangan ataupun berciuman
danbiasanya remaja sekarang itu tidak mengetahui ajaran Islam yang
sebenarnyadan selalu ikut-ikut zaman sekarang.
-Wanita muslim dilarang membuka auratnya. Dan
biasanya wanita sekarangbanyak kita temui dan selalu membuka auratnya dan
memperlihatkan ke-sexy-annya pada lawan jenisnya.
Ketika seseorang menjadi remaja, maka dia
dibesarkan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban agama, sebagaimana yang
diwajibkan kepada orangdewasa. Dua sudah bertanggung-jawab kepada Allah SWT
atas segala yang dilakukan. Setiap kesalahan yang dilakukan akan dicatat
sebagai dosa dan setiap kebaikan dicatat sebagai amal sholeh yang akan
mendapatkan pahala.
B.
Percintaan Remaja
Dalam Pandangan Islam
Sebenarnya manusia secara fitrah diberi potensi kehidupan yang sama,
dimana potensi itu yang kemudian selalu mendorong manusia melakukan kegiatan
dan menuntut pemuasan. Potensi ini sendiri bisa kita kenal dalam dua bentuk.
Pertama, yang menuntut adanya pemenuhan yang sifatnya pasti, kalau tidak terpenuhi
manusia bakalan binasa. Inilah yang disebut kebutuhan jasmani (haajatul
'udwiyah), seperti kebutuhan makan, minum, tidur, bernafas, buang hajat dan
lain-lain. Kedua, yang menuntut adanya pemenuhan aja, tapi kalau tidak
terpenuhi manusia tidak akan mati hanya
akan gelisah sampai terpenuhinya tuntutan tersebut, yang disebut naluri atau
keinginan (gharizah). Kemudian naluri ini di bagi menjadi 3 macam yang penting
yaitu :
Gharizatul baqa'
(naluri untuk
mempertahankan diri) misalnya rasa takut, cinta harta, cinta pada kedudukan,
pengen diakui, dll.
Gharizatut tadayyun
(naluri untuk mensucikan sesuatu/ naluri beragama) yaitu kecenderungan
manusia untuk melakukan penyembahan/ beragama kepada sesuatu yang layak untuk
disembah.
Gharizatun nau'
(naluri untuk
mengembangkan dan melestarikan jenisnya) manivestasinya bisa berupa rasa sayang
kita kepada ibu, temen, sodara, kebutuhan untuk disayangi dan menyayangi kepada
lawan jenis.
Pacaran dalam perspektif islam
Pacaran merupakan wadah antara dua insan yang kasmaran, dimana sering
cubit-cubitan, pandang-pandangan, pegang-pegangan, raba-rabaan sampai pergaulan
ilegal (seks). Islam sudah jelas menyatakan: "Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Q. S. Al Isra' : 32)
Seringkali sewaktu lagi pacaran banyak
aktivitas lain yang hukumnya wajib maupun sunnah jadi terlupakan. Sampai-sampai
sewaktu sholat sempat teringat si do'i. Pentingnya aktivitas pacaran itu dekat
banget dengan zina. Kesimpulannya PACARAN
ITU HARAM HUKUMNYA, dan tidak ada legitimasi Islam buatnya, adapun beribu
atau berjuta alasan tetap saja pacaran itu haram. adapun resep nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud:
"Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu seta
berkeinginan menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan
pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara kalian belum
mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penghalang untuk
melawan gejolak nafsu."(HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, dan
Tirmidzi).
Jangan suka mojok atau berduaan ditempat yang
sepi, karena yang ketiga adalah syaiton. Seperti sabda nabi: "Janganlah seorang laki-laki dan wanita
berkhalwat (berduaan di tempat sepi), sebab syaiton menemaninya, janganlah
salah seorang dari kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali disertai dengan
mahramnya." (HR. Imam Bukhari Muslim).
Dan untuk para muslimah jangan lupa untuk
menutup aurotnya agar tidak merangsang para lelaki. Katakanlah kepada wanita
yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya." (Q. S. An Nuur : 31).
Dan juga sabda Nabi: "Hendaklah kita benar-benar
memejakamkan mata dan memelihara kemaluan, atau benar-benar Allah akan menutup
rapat matamu."(HR. Thabrany).
Yang perlu di ingat bahwa jodoh merupakan
QADLA' (ketentuan) Allah, dimana manusia tidak punya andil menentukan sama
sekali, manusia hanya dapat berusaha mencari jodoh yang baik menurut Islam.
Tercantum dalam Al Qur'an: "Wanita-wanita
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk
laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh
mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia
(surga)."
BAB IV
ANALISA HUKUM
A.
Etika Bergaul Dalam
Agama Islam
1. Menjaga Pandangan
“Katakan kepada laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”(QS.An Nur
: 30).
“Katakanlah kepada wanita yang beriman
: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari
padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah mereka,
atau ayah suami mereka,atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka,
atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara perempuan mereka, atau
wanita islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki
yang yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti aurat wanita.
Dan janganlah mereka memukulkan
kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.”(QS.An Nur : 31).
2. Menutup aurat secara sempurna
“Hai nabi,
katakan kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang-orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh
mereka, yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, hingga mereka
tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lahi Maha Penyanyang.”(QS.Al
Ahzab:59).
“Dari Abu
Sa’id Radiallahuanhu, bahwasanya Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam bersabda
: seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat sesama laki-laki, begitu pula
seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan. Seorang laki-laki
tidak boleh bersentuhan kulit sesama lelaki dalam satu selimut, begitu pula
seorang perempuan tidak boleh bersentuhan kulit dengan sesama perempuan dalam
satu selimut.”(HR.Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhush
Shalihin).
3.Bagi wanita diperintahkan untuk tidak berlembut-lembut suara di
hadapan laki-laki bukan mahram.
“Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah
seperti wanita lain, jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu tunduk dalam
berbicara, sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan
ucapkanlah perkataan yang baik.”(QS.Al Ahzab:32).
4. Dilarang Bagi Wanita bepergian sendirian tanpa mahramnya sejauh
perjalanan satu hari
“Dari Abu
Hurairah Radiallahu Anhu, ia berkata : Rasulullah Sallahu Alaihi WA
salam bersabda: Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada
Allah dan hari akhir untuk bepergian yang memakan waktu sehari semalam kecuali
bersama muhrimnya”(HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi
dalam Tarjamah Riyadhus Shalihin).
Dr. Yusuf Qardhawi dalam Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2halaman
542 mengemukakan : “Kaum muslimin memperbolehkan wabita sekarang keluar rumah
untuk belajar di sekolah, di kampus, pergi ke pasar dan bekerja di luar rumah
sebagai guru, dokter, bidan, dan pekerjaan lainnya asalkan memenuhi syarat dan
mematuhi pedoman-pedoman syari’ah “(Menutup aurat, menjaga pandangan, dan
lain-lain).
5. Dilarang “berkhalwat”(berdua-duaan antara pria dan wanita di
tempat yang sepi)
“Dari Ibnu
Abbas RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Janganlah sekali-kali salah
seorang diantara kalin bersuyi-sunyi dengan perempuan lainnya
kecuali disertai muhrimnya.” (HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhus
Shalihin).
6. Laki-laki dilarang berhias menyerupai perempuan juga sebaliknya
“Dari Ibnu
Abbas RA. Ia berkata : Rasulullah melaknat kaum laki-laki yang suka menyerupai
kaum wanita dan melaknat kaum wanita yang suka menyerupai kaum laki-laki” (HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhus
Shalihin).
7. Islam menganjurkan menikah dalam usia muda bagi yang mampu dan
shaum bagi yang tidak mampu
“Wahai
sekalin pemuda, barang siapa diantara kamu yang mampu nikah, maka nikahlah,
sesungguhnya nikah itu bagimu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan,
naka jika kamu belum sanggup berpuasalah, sesunggunya puasa itu sebagai
perisai”(HR.Muttafaaqun Alaihi).
B.
Cara Bergaul yang
Baik Menurut Ajaran Islam
Seorang mukmin dalam menjalankan kidupannya
tidak hanya menjalin hubungan dengan Allah semata (habluuminallah), akan tetapi menjalin hubungan juga dengan manusia
(habluuminannas). Saling kasih sayang
dan saling menghargai haruslah diutamakan, supaya terjalin hubungan yang
harmonis. Rasulullah ‘saw bersabda: “Tidak” dikatakan beriman salah seorang di
antaramu, sehingga kamu
menyayangi saudaramu, sebagaimana kamu - menyayangi dirimu sendini”.
(HR. Bukhari Miislim)
1. Tata cara berergaul dengan Orang tua
atau Guru
Islam merupakan agama yang sangat
meniperhatikan keluhuran budi pekerti dan akhlak mulia. Segala sesuatu yang
semestinya diiakukan dan segala sesuatu yang semestinya ditinggalkan diatur
dengan sangat rinci dalam ajaran Islam, sehingga semakin banyak orang mengakui
(termasuk non-muslim) bahwa Islam merupakan ajaran agama yang sangat lengkap
dan sempurna serta tidak ada yang terlewatkan sedikit pun.
Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia, sehingga setiap manusia dapat hidup secara
damai, tenteram, berdampingan, saling memahami, menghormati, dan menghargai
satu sama lain, baik kepada yang lebih tinggi, yang lebih rendah, kepada sesama
atau teman sebaya, kepada lawan jenis, dan sebagainya.
Rasulullah saw pernah bersabda:
اِنَّمَا بُعِثْتُ
ِلاُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلاَخْلاَقِ (رَوَاهُ اْلبُخَارِيْ وَمُسْلِم)
“Aku diutus (ke dunia) hanya untuk
menyempurnakan akhlak terpuji”. (HR. Bukhari Muslim)
Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap
muslim dalam pergaulan sehari-hari adalah memahami dan menerapkan etika atau
tata cara bergaul dengan orang tuanya. Adapun yang dimaksud dengan orang tua,
dapat dipaharni dalani tiga bagian, yaitu:
1. Orangtua kandung, yakni orang yang telah melahirkan dan mengurus serta
membesarkan kita (ibu bapak).
2. Orang tua yang telah menikahkan anaknya dan menyerahkan anak yang telah
diurus dan dibesarkannya untuk diserahkan kepada seseorang yang menjadi pilihan
anaknya dan disetujuinya. Orang tua ini, lazim disebut dengan “mertua”.
3. Orang tua yang telah mengajarkan suatu ilmu, sehingga kita mengerti, dan
memahami pengetahuan, mengenal Allah, dan memahami arti hidup, dialah “guru”
kita.
Dalam Al-Quran maupun hadis, dapat ditemukan
banyak sekali keterangan yang memerintahkan untuk berbuat baik kepada orangtua.
Sekalipun demikian, Islam tidak menyebutkan jenis-jenis perbuatan baik kepada kedua orangtua secara rinci, sebab
berbuat baik kepada kedua orang tua bukan merupakan perbuatan yang dibatasi
beberapa batasan dan rincian. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua
sangat bergantung pada situasi dan kondisi, kemampuan, keperluan, perasaan
manusiawi, dan adat istiadat setiap masyarakat.
Berbuat baik kepada kedua orangtua dalam berbagai
bentuknya, disebut dengan “biruul
walidain”. Di antara ayat yang menerangkan tentang hal ini adalah kisah
Nabi Zakaria bin Nabi Yahya dengan sifat-sifatnya yang mulia, sebagaimana
digambarkan dalam Al-Quran surat Maryam ayat 14, Allah SWT. Berfirman:
“Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia
orang yang sombong lagi durhaka.” (QS. Maryam: 14)
Sumber : Ibnu Rusjid:
Peragaulan Yang Sehat Secara Islam,Penerbit Wijaya,tahun 1963
Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua juga
diungkapkan di dalam bentuk kata ihsan, ma’ruf, dan rahmah. Hal ini dapat
dilihat dalam firman Allah Swt. surat Al-Isra ayat 23:
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. Al-Isra 23)
Islam memperingatkan setiap anak, bahwa
menyakiti perasaan orangtua merupakan suatu dosa besar dan waib atasnya untuk
selalu menjaga perasaan kedua orangtuanya. Hak orangngtua dan anaknya tidak
akan pernah sama dengan hak siapa pun di dunia. Jadi, segala bentuk ucapan,
perbuatan, dan isyarat yang dapat menyakiti kedua orangtuanya atau salah
satunya merupakan perbuatan dosa, sekalipun hanya berupa perkataan “ah”, “cis”,
atau “uff”, apalagi jika sampai membentaknya.
Sesungguhnya Allah tidak akan penah meridai
seseorang kecuali kita merendahkan diri kepada keduanya disentai kelembutan dan
kasih sayang. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra :
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu
kecil". (QS. A1-lsra: 24)
Berdasarkan ayat inilah, kita dianjurkan
untuk selalu berdo’a bagi kedua orangtua setiap saat, termasuk setiap kali selesai
melaksanakan salat lima waktu, dengan doa:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْلِى ذُنُوْبِى
وَلِوَالِدَيَّ وَرْحَمْهُمَا كَمَارَبَّيَانِى صَغِيْرًا
“Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku
dan dosa-dosa kedua orangtuaku serta sayangilah mereka berdua sebagaimana
mereka telah mendidikku sejak kecil”.
Jadi, dan beberapa keterangan dalil di atas, baik dalil aqli maupun
naqli, menunjukkan bahwa kewajiban kita kepada kedua orangtua ialah untuk
selalu berbakti kepadanya dan jangan sedikit pun melukai perasaan mereka,
karena Allah tidak akan rida kepada kita. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah saw sebagai berikut :
عَنْ عَبْدِ اللهِ
عَمْرِوَبْنِ اْلعَاصِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
رِضَى اللهِ فِى رِضَ الْوَالِدَيْنِ, وَصُخْتُ اللهِ فِى صُخْتِ الْوَالِدَيْنِ
(رواه الترميذي)
“Dan Abdullah bin Amr bin Ash, dan
Nabi saw, ia bersabda: Keridaan Allah adalah pada keridaan ibu bapak, dan
kemurkaan Allah adalah dalam kemurkaan ibu bapak”. (HR. Tirmidzi)
Adapun yang berkaitan dengan orangtua dalam
makna yang ketiga, yakni orangtua dalam arti orang yang telah mengajarkan dan
mendidik kita tentang pengetahuan dan kehidupan. Mereka adalah guru, ustadz,
dosen, kyai, dan sebagainya. Sebagai seorang muslim, kita juga diperintahkan
untuk menghormati dan memuliakan mereka. Dalam salah satu hadis, Rasulullah saw
penah bersabda:
وَقِّرُوْ
عَلَى مَنْ تَعَلَّمُوْا (رواه البخاري)
“Muliakanlah orang yang telah
mengajarimu (suatu pengetahuan)”. (HR. Bukhari)
2. Tata Cara Bergaul dengan yang Lebih
Tua
Pergaulan yang baik adalah pergaulan yang didasarkan
pada nilai-nilai keikhlasan, kebersamaan, saling menguntungkan, sesuai dengan
norma- norma kemasyarakatan dan tidak-bertentangan dengan hukum syara’, yakni
sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW. Agama Islam
mengajarkan kaum muslimin untuk melakukan pergaulan dan komuniikasi dengan
sesama manusia, baik bersitat pribadi, maupun sosial. Melalui pergaulan
diharapkan masing-masing dapat saling memahami, menghargai, dan saling mengisi
kekurangan dan kelemahan masing-masing.
Tujuan dan pergaulan sosial adalah untuk
mencapai kondisi masyarakat sejahtera. maslahat, berlaku adil dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai persamaan. persatuan, dan akhlakul karimah. Dalam pergaulan
sosial, kita dituntut untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban masing-masing,
termasuk dalam pergaulan dengan orang yang lebih tinggi atau lebih tua dari
kita. orang yang lebih tinggi dari kita, dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga)
bagian. yaitu:
1.
Orang yang umurnya lebih tua atau
sudah tua,
2.
Orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannva
lebih tinggi, sekali pun bisa jadi umurnya lebih muda, dan
3.
Orang yang harta dan kedudukannva
lebih tinggi dan lebih banyak.
Dalam pergaulan sosial dengan mereka,
hendaklah kita bersikap wajar dan menghormatinya, mendengarkan pembicaraannya,
serta wajib mengingatkan jika mereka keliru dan herbuat kejahatan, dengan
cara-cara yang lebih baik. Kita juga dilarang memperlakukan mereka secara
berlebihan, misalnya terlalu hormat dan tunduk melebihi apa pun, sekalipun
mereka salah. Hal ini sungguh tidak dibenarkan, sebab yang paling mulia di
antara kita bukan umur, ilmu, pangkat, harta, dan kedudukannya, akan tetapi
karena kualitas takwanya kepada Allah Swt. Hal ini sesuai dengan salah satu
hadis Rasulullah saw dalam riwayat Thabrani:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى لاَيَنْظُرُ إِلَى
صُوَرِكُمْ وَلاَ إِلَى اَحْسَابِكُمْ وَلاَ اِلَى اَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ
يَنْظُرُ اِلَى قُلُوْبِكُمْ وَاَعْمَالِكُمْ (رواه الطبرانى)
“Sesungguhnya Allah Swt. tidak
melihat ruhmu, kedudukan, dan harta kekayaanmu, tetapi Allah melihat apa yang
ada dalam hatimu dan amal perbuatanmu”. (HR. Thabrani)
3.Tata Cara Breagau1 dengan yang Lebih Muda
Dalam menjalankan pergaulan social, Islam
melarang umatnya untuk membeda-bedakan manusia karena hal-hal yang bersifat
duniawi, seperti harta, tahta, umur, dan status sosial lainnya. akan tetapi
yang terbaik adalah bersikap wajar sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntutan
ajaran agama dan tidak bertentangan dengan norma-norma kehidupan.
Tidak dapat dihindari, kita juga pasti
berkomunikasi dan bergaul dengan orang yang umur dan strata sosialnya lebih
rendah dan kita. Kita sama sekali dilarang untuk merendahkan dan meremehkannya.
Kita diperintahkan untuk selalu berusaha
menyayangi orang yang umurnya lebih muda dari kita. Bahkan Rasulullah SAW
menyatakan dalam satu hadisnya bahwa bukan termasuk golongan umatku, mereka
yang tidak menyayangi yang lebih muda. Beliau bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا
وَلَمْ يَعْرِفْ حَقًّ كَبِيْرَناَ (رواه الطبرانى)
‘Bukan termasuk golongan umatku,
orang yang tidak menyayangi yang lebih
kecil (lebih muda), dan tidak memahami hak-hak orang yang lebih besar (tinggi /
dewasa)”. (HR. Thabrani)
Seseorang yang usianya lebih muda, bisa saja
amal perbuatannya dan akhlaknya lebih
baik dibandingkan dengan orang yang telah berumur dewasa, bahkan telah berusia
lanjut. Jadi, umur seseorang tidak menjamin hidupnya lebih mulia dan
berkualitas, sekali pun semestinya semakin bertambah (bilangan) umur
(hakikatnya berkurang), harus semakin baik amalnya, semakin mulia akhlaknya,
dan semakin bijak sikapnya.
Kenyataannya, dalam kehidupan sosial, kita
menemukan hal yang justru sebaliknya. Ada yang usianya sudah lebih tua dan
dianugerahi panjang umur oleh Allah Swt. akan tetapi kualitas hidupnya tidak
Iebih baik dibandingkan dengan yang lebih muda. Nauzubillah.
Dalam salah satu hadis Rasulullah saw riwayat
Ahmad, dikemukakan bahwa terinasuk orang yang terbaik, jika umurya panjang dan
amal perbuatannya baik. Rasulullah saw bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ
مَنْ طَالَ عَمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ وَشَرُّ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ
وَسَاءَ عَمَلُهُ (رواه احمد)
“Sebaik-baik manusia adalah,
mereka yang panjang umurnya dan sangat baik amalnya. Dan sejelek-jelek manusia
adalah orang yang panjang umurnya, tetapi jelek amal perbuatannya”
(HR.Ahmad)
Jika kita bergaul dengan yang lebih muda, dan
kebetulan kita merasa sudah lebih dewasa serta berpengalaman, hendaldah kita
membimbing, rnengarahkan dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang baik agar
bermakna bagi kehidupannya.
Inilah yang dikehendaki dalam ajaran agama
Islam, sehingga orang yang lebih tua hidupnya lebih bermanfaat karena wawasan
dan pengalamannya, sedangkan orang yang lebih tua dapat memanfaatkan kelebihan
yang dimiliki orang yang lebih tua. Rasulüllah saw bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ (رواه
البخاري)
”Sebaik-baik diantara manusia
adalah yang paling besar manfaatnya bagi sesamanya”. (HR. Bukhari)
4.
Tata Cara Bergaul dengan Teman Sebaya
Islam adalah agama yang dilandasi persatuan
dan kasih saying. Kecenderungan untuk saling mengenal dan berkomunikasi satu
dengan yang lainnya merupakan suatu hal yang diatur dengan lengkap dalam ajaran
Islam. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk hidup menyendiri, termasuk
melakukan ibadah ritual sendirian di tempat tersembunyi sepi, terpencil, dnn
jauh dari peradaban manusia.
Merupakan suatu hal yang wajar dan diajarkan
oleh Islam, jika manusia bergaul dengan sesamanya sebaik mungkin, dilandasi
ketulusan, keikhlasan, kesabaran, dan
hanya mencari keridaan Allah Swt.
Rasulullah saw hersabda:
المُؤْمِنُ الًّذِيْ يُخَالِطُ النَّاسَ
وَيَصْبِرُ عَلَى اَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ اْلمُؤْمِنَ الَّذِى لاَيُخَالِطُ
النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى اَذَاهُمْ (رواه الترميذي)
“Seorang mukmin yang bergaul dengan sesama manusia serta
bersabar (tanhan uji) atas segala gangguan, mereka lebih baik daripada orang
mukmin yang tidak bergaul dengan yang
lainnya serta tidak tahan uji atas gangguan mereka”. (HR. Tirmidi)
Bergaul dengan sesama atau teman sebaya, baik
dalam umur, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, kadang-kadang tidak selalu
berjalan mulus. Mungkin saja terjadi hal-hal yang tidak diharapkan seperti
terjadi salah pengertian (mis
understanding) atau bahkan ada teman yang zaim terhadap kita serta suka
membuat gara-gara dan masalah.
Menghadapi persoalan seperti itu, hendaklah
kita mensikapi dengan sikap terbaik yang kita miliki. Jika ada yang berbuat
salah, hendaklah kita segera memaafkan kesalahanya sekalipun orang yang berbuat
salah tidak meminta maaf. Begitu juga apabila kita berbuat kesalahan atau
kekeliruan, hendaklah kita segera meminta maaf kepada orang yang kita sakiti,
baik disengaja maupun tidak disengaja. Perkara orang itu memaafkan kita atau
tidak, itu bukan urusan kita. Kewajiban kita adalah segera meminta maaf dan
memaafkan. Janganlah kita termasuk orang yang sebagaimana dikemukakan
Rasulullah saw dalam sabdanya:
مَنِ اعْتَذَرَ اِلَى
أَخِيْهِ اْلمُسْلِمِ فَلَمْ يَقْبَلْ مِنْهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ خَطِيْئَةِ
صَاحِبِ مَكْسٍ (رواه ابن ماجه)
“Barangsiapa yang meminta maaf
kepada saudaranya yang musim sedangkan ia tidak mau memaafkannya, maka ia
mempunyai dosa sebesar dosa orang yang merampok”. (HR. lbnu Majah)
Jika memiliki masalah, bicarakanlah dengan
sebaik-baiknya, sehingga masing-masing bisa saling memahami dan saling
memaafkan. Kita dilarang untuk bermusuhan, apalagi dalam waktu yang cukup lama.
Rasulullah Saw bersabda:
لاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ
فَوْقَ ثَلاَثِ أَياَّمٍ يَلْتَقِياَنِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا وَخَيْرُهُمَا
الَّذِيْ يَبْذَأُ بِالسَّلاَمِ (متفق عليه)
“Tidaklah lialal bagi seorang
muslini nzendiamkan (tidak mengajak bicara) sit van in yang muslim lebih dan
tiga han. Jika kedvanya berteinu, lalu in’mnliiigkan muka, dan hang lain pun
demikian juga. Dan yang paling baik di antara keduaniia adalah yang terlebili
daizulu inengucapkan salam”. (HR. Bukhari Muslim)
Pergaulan dengan teman sebaya termasuk dengan
siapa pun harus dilandasi kasih sayang dan keikhlasan Allah tidak akan
menyayangi seseorang jika tidak
menyayangi sesamaya. Dalam salah satu hadis, .Rasulullah saw bersabda:
مَنْ لاَ يَرْحَمُ النَّاسَ لاَ يَرْحَمْهُ
الله ُ(متفق عليه)
“Barangsiapa yang tidak menyayangi
sesama manusia, niscaya tidak akan disayangi oleh Allah”. (HR. Bukhari
Muslim)
3. Tata Cara Bergaul dengan Lawan Jenis
Allah telah menciptakan segala sesuatu di
dunia ini dengan sempurna, teratur, dan berpasang-pasangan. Ada langit dan ada
bumi, ada siang dan ada malam, ada dunia ada akhirat, ada surga dan neraka, ada
tua dan ada muda, ada laki-laki dan ada perempuan.
Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk
Allah yang telah diciptakan scara berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu
keniscayaan dan sangat wajar, jika terjadi pergaulan di antara mereka. Dalam
pergaulan tersebut, masing-masing berusaha untuk saling mengenal. Bahkan lebih
jauh lagi, ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang
sampai hidup bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya
kehidupan.
Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam
sunah Allah untuk saling tertarik satu dengan yang lainnya. Laki-laki tertarik
dengan perempuan, demikian
juga sebaliknya, perempuan tertarik kepada laki-laki.
Allah Swt. memberikan rasa indah untuk saling menyayangi di antara mereka.
Tidak jarang juga masing-masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk saling
menyapa, saling melihat, serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan kasih
sayang.
Pergaulan yang baik dengan lawan jenis.
hendaklah tidak didasarkan pada nafsu (syahwat) yang dapat menjerumuskan pada
pergaulan bebas yang dilarang agama. Inilah yang tidak dikehendaki dalam Islam.
Islam sangat memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas dala pergaulan
antara laki-laki dengan perempuan.
Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang
untuk berduaan di tempat-tempat yang memungkinkan melakukan perbuatan yang
dilarang. Kalau pun bersama-sama sebaiknya disertai oleh muhrimnya atau minimal
ditemani tiga orang, yaitu: dua laki-laki dan satu perempuan. atau Juga
pergaulan untuk belajar atau bergaul jika ada dua orang perempuan dan seorang
laki-laki. Hal ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri.
Salah satu hadis mengemukakan bahwa jika
seseorang pergi dengan orang lain yang bukan muhrimnya serta berlinan jenis
kelamin, maka yang ketiganya pasti syetan yang selalu berusaha untuk
menjerumuskan dan menghinakan. ltulah yang disinyalir dalam ayat A!-Quran, agar
jangan mendekati zina. Mendekatinya sudah dilarang dan haram, apalagi
melakukannya. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32:
Artinya:
‘Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnva zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang
buruk”. (QS. Al-Isra: 32)
Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan
hal yang wajar. Hendaklah pikiran dan perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang
positif, dan bukan sebaliknya. Contohnya, karena cinta dan sayang, seseorang
mengorbankan segalanya termasuk hal-hal yang paling “berharga” dan dilarang
oleh Allah Swt. Membuktikannya, hendaklah dengan sesuatu yang diridai oleh
Allah. Hal inilah yang dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam hadis riwayat Abu
Daud dan Tirmidzi:
إِذَا أَحَبَّ اَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُخْبِرْ
(رواه ابوداود والترميدى)
“Jika salah seorang di antara kamu
mencintai saudaranya, hendaklah ia membuktikannya”. (HR. Abu Daud dan
Tirmidzi)
Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan
lawan jenis untuk senantiasa saling menjaga diri, menghormati dan menghargai
atas dasar kasih sayang yang tulus karena Allah, bukan karena derajat, pangkat,
harta, keturunan, tetapi semata-mata hanya karena Allah. Hal ini pernah
diriwayatkan dalam salah satu hadis dari Umar bin Khattab, yang diriwayatkan
oleh Abu Daud, suatu ketika Rasulullah saw pernah bersabda,
Yang artinya: “Bahwasannya di antara hamba-hamba Allah ada
manusia yang bukan nabi-nabi, hukan pula para syuhada’,tetapi sangat
tinggi kedudukan di sisi Allah. Para sahabat
bertanya: “Siapakah gerangan orang itu, ya Rasullullah”:Nabi saw menjawab:
“itulah orang yang saling mencintai (menyayangi), karena harta. Demi Allah,
maka wajah mereka bersinar-sinar, tiada merasa kekuatan dikala mereka dalam
keadaan ketakutan” (HR. Abu Daud).
Sesudah itu, Rasulullah saw membaca ayat:
اَلاَ اِنَّ
اَوْلِيَاءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ
“Ketahuilah, bahwa wali-wali
(penolong) Allah, mereka tidak merasa takut dan tidak merasa bersedih ‘. (Sumber. Khuluqul Muslim”, karangan Muhammad Al-Ghazali)
Cinta karena Allah merupakan titik puncak dan
tingginya kualitas iman seseorang Hasilnya tidak dapat dilihat, melainkan hanya
dapat dirasakan oleh orang yang telah nyaris sempurna keikhlasanya. Cinta yang
mendalam. ini merupakan bukti kesempurnaan serta ketulusan iman, yang
kedua-duanya berhak untuk mendapatkan pahala yang paling besar di sisi Allah,
sebagaimana saba Rasulullah saw:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ
فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلاِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ الله وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ
اِلَيْهِ مِمَّاسَوَاهُهُمَا وَاَنْ يُحِبَّ فِى اللهِ وَيَبْغَضَ فِى الله وَاَنْ
تُوْقَدُ نَارٌ عَظِيْمَةٌ فَيَقَعُ فِيْهَا اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ اَنْ يُسْرِكَ
بِااللهِ سَيِّئًا (رواه مسلم)
“Ada tiga perkara, barangsiapa
yang terdapat padanya ketiga hal tersebut, maka akan merasakan lezat (manisnya)
iman: “Jika ia mencintai Allah dan rasulnya melebihi yang lainnya; Mencintai
dan membenci semata-mata hanya karena Allah; Jika dilemparkan ke dalam api
neraka yang menyala-nyala, lebih disukai daripada syirik (menyekutukan) Allah”.
(HR. Muslim)
Orang yang bersahabat, bergaül, dan
berkomunikasi dengan yang lainnya hanya karena Allah, tandanya adalah
senantiasa berusaha untuk mendoakan dengan tulus. Dalam hal ini, Rasulullah saw
penah bersabda:
إِذَادَعَا الرَّجُلُ لاَِخِيْهِ بِظَهْرِ
الْغَيْبِ قَالَ اْلمَلَكُ: وَلَكَ مِثْلُ ذَالِكَ (رواه مسلم)
“Jika seseorang berdoa untuk
sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan), maka berkatalah malaikat: “Dan
untukmu pun seperti itu”. (HR. Muslim)
C.
Apa saja yang harus
dijaga agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas ?
Kita sudah ketahui bersama bagaimanakah kehidupan pemuda
lajang saat ini. Pergaulan bebas bukanlah suatu yang asing lagi di
tengah-tengah mereka. Tidak memiliki kekasih dianggap tabu di tengah-tengah
mereka. Hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri pun seringkali
terjadi. Bahkan ada yang sampai putus sekolah gara-gara masalah ini. Sungguh,
inilah tanda semakin dekatnya hancur dunia.
Berbicara tentang remaja selalu mendapat
tanggapan yang beraneka ragam. Sayangnya, sekarang ini kesan yang ada dalam
benak masyarakat justru cenderung kebanyakan negatif. Dimulai dari perkelahian
antar pelajar, pornografi, kebut-kebutan, tindakan kriminal seperti pencurian
dan perampasan barang orang lain, pengedaran dan pesta obat-obat terlarang,
bahkan yang sekarang lagi heboh .
Apalagi sekarang terpaan media informasi di abad millennium ini semakin merambah
dengan cepat. Di daerah yang tidak diduga sekalipun bahkan terpencil ada saja
tempat untuk pemutaran film-film porno. Rental VCD bertebaran di setiap tempat,
belum lagi media cetak yang demikian bebas mengumbar informasi sensual dan
kemesuman Satu masalah yang perlu mendapat perhatian serius adalah bebasnya
hubungan antar jenis diantara pemuda yang nantinya menjadi tonggak pembaharuan.
Islam sangat memperhatikan masalah ini dan banyak memberikan rambu-rambu untuk
bisa berhati-hati dalam melewati masa muda. Suatu masa yang akan ditanya Allah
di hari kiamat diantara empat masa kehidupan di dunia ini. Islam telah mengatur
etika pergaulan remaja. Perilaku tersebut merupakan batasan-batasan yang
dilandasi nilai-nilai agama. Oleh karena itu perilaku tersebut harus
diperhatikan, dipelihara, dan dilaksanakan oleh para remaja. Perilaku yang
menjadi batasan dalam pergaulan adalah :
1.
Ketahuilah Bahaya Zina
Allah Ta’ala
dalam beberapa ayat telah menerangkan bahaya zina dan menganggapnya sebagai
perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala
berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ
فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala
berfirman,
وَالَّذِينَ
لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي
حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ
أَثَامًا
“Dan orang-orang yang tidak
menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina,
barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat
(pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68).
Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang
disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia
lakukan. Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai
Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan,
padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan
bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus
apa lagi?” Beliau bersabda
,
ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Kemudian engkau berzina dengan
istri tetanggamu.”
Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas. Di
sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.
Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا
انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
“Jika seseorang itu berzina, maka
iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan
awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali
padanya.”
Inilah besarnya bahaya zina. Oleh karenanya, syariat Islam yang mulia
dan begitu sempurna sampai menutup berbagai pintu agar setiap orang tidak
terjerumus ke dalamnya. Jika seseorang mengetahui bahaya zina dan akibatnya,
seharusnya setiap orang semakin takut pada Allah agar tidak terjerumus dalam
perbuatan tersebut. Rasa takut pada Allah dan siksaan-Nya yang nanti akan
membuat seseorang tidak terjerumus di dalamnya.
2.
Rajin Menundukkan Pandangan
Seringnya melihat lawan jenis dengan pandangan penuh
syahwat, inilah panah setan yang paling mudah mengantarkan pada maksiat yang
lebih parah. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ
أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki
yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita
yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.”
(QS. An Nur: 30-31)
Allah Ta’ala juga menerangkan bahwa setiap insan akan
ditanya apa saja yang telah ia lihat, sebagaimana terdapat dalam firman Allah,
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
(QS. Al Isro’: 36)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melarang duduk-duduk di tengah
jalan karena duduk semacam ini dapat mengantarkan pada pandangan yang haram.
Dari Abu Sa'id Al Khudriy radhiyallahu
'anhuma, dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
«
إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ » . فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ ،
إِنَّمَا هِىَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا . قَالَ « فَإِذَا أَبَيْتُمْ
إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا » قَالُوا وَمَا حَقُّ
الطَّرِيقِ قَالَ « غَضُّ الْبَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى ، وَرَدُّ السَّلاَمِ ،
وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ »
"Janganlah kalian duduk-duduk di
pinggir jalan". Mereka bertanya, "Itu kebiasaan kami yang sudah biasa
kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami bercengkrama". Beliau
bersabda, "Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu maka
tunaikanlah hak jalan tersebut". Mereka bertanya, "Apa hak jalan
itu?" Beliau menjawab, "Menundukkan pandangan, menyingkirkan gangguan
di jalan, menjawab salam dan amar ma'ruf nahi munkar". (HR. Bukhari no. 2465)
Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu
‘anhu, dia berkata,
سَأَلْتُ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ
أَصْرِفَ بَصَرِى.
"Aku bertanya kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka
beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku." (HR. Muslim no. 2159)
Awal dorongan syahwat adalah dengan melihat. Maka jagalah kedua biji
mata ini agar terhindar dari tipu daya syaithan. Tentang hal ini Rasulullah
bersabda, “Wahai Ali, janganlah
engkau iringkan satu pandangan (kepada wanita yang bukan mahram) dengan
pandangan lain, karena pandangan yang pertama itu (halal) bagimu, tetapi tidak
yang kedua!” (HR. Abu Daud).
3.
Menjauhi Campur Baur (Kholwat)
yang Diharamkan
Di antara dalil yang menunjukkan haramnya kholwat (campur
baur antara laki-laki dan perempuan) adalah hadits-hadits berikut.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ » .
فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ .
قَالَ « الْحَمْوُ الْمَوْتُ »
"Janganlah kalian masuk ke
dalam tempat kaum wanita." Lalu seorang laki-laki dari Anshar berkata,
"Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?" beliau
menjawab: "Ipar adalah maut." (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim
no. 2172)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ
يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ » . فَقَامَ رَجُلٌ
فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ امْرَأَتِى خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِى
غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا . قَالَ « ارْجِعْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ »
“Janganlah sekali-kali seorang
laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahromnya."
Lalu seorang laki-laki bangkit seraya berkata, "Wahai Rasulullah, isteriku
berangkat hendak menunaikan haji sementara aku diwajibkan untuk mengikuti perang
ini dan ini." Beliau bersabda, "Kalau begitu, kembali dan tunaikanlah
haji bersama isterimu." (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)
Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia
berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), lalu
ia membawakan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
لاَ
يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita
(yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiap
yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah
seorang yang mukmin." (HR. Ahmad 1/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, para perowinya tsiqoh sesuai syarat
Bukhari-Muslim)
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَبِيتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ
ثَيِّبٍ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ
”Ketahuilah! Seorang laki-laki
bukan muhrim tidak boleh bermalam di rumah perempuan janda, kecuali jika dia
telah menikah, atau ada muhrimnya.” (HR. Muslim no. 2171)
4.
Wanita Hendaklah Meninggalkan Tabarruj
Inilah yang diperintahkan bagi wanita muslimah. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي
بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj
seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33).
Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan
kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan
perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum
pria.”
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ
الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ
مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ
كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk
neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti
ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para
wanita yang berpakaian tapi telanjang, mengajak orang lain untuk tidak
taat, dirinya sendiri jauh dari ketaatan, kepalanya seperti punuk unta yang
miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium
baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR.
Muslim no. 2128)
5.
Berhijab Sempurna di Hadapan Pria
Sebagaimana Allah Ta’ala
firmankan,
وَإِذَا
سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ
أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri
Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci
bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)
Konteks pembicaraan dalam ayat ini adalah khusus untuk
istri Nabi. Namun illah dalam ayat tersebut dimaksudkan umum sehingga hukumnya
pun berlaku umum pada yang lainnya. Illah yang dimaksud adalah,
ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ
وَقُلُوبِهِنَّ
“Cara yang demikian itu lebih suci
bagi hatimu dan hati mereka”.
Juga kalau kita perhatikan kelanjutan ayat, maka hijab tersebut berlaku
bagi wanita mukmin lainnya. Allah Ta’ala
berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ
وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ
ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ
“Hai Nabi, Katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
di ganggu.” (QS. Al Ahzab: 59)
Ditambah lagi dengan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dari ‘Abdullah bin Mas’ud,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ
اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
"Wanita itu adalah aurat.
Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki."
(HR. Tirmidzi no. 1173. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Upaya – Upaya Untuk Mencegah agar Remaja tidak Terjerumus dalam
Pergaulan itu.
1. Sikap atau cara yang bersifat preventif.
Yaitu perbuatan / tindakan orang tua terhadap
anak yang bertujuan untuk menjauhkan seorang anak dari perbuatan buruk atau
dari lingkungan pergaulan yang buruk. Dalam hal sikap yang bersifat preventif,
pihak orang tua dapat memberikan atau mengadakan tindakan sebagai berikut :
a. Menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.
b. Memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c. Pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d. Menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam
satu ikatan keluarga.
Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula :
a. Pendidikan agama untuk meletakkan dasar
moral yang baik dan berguna.
b. Penyaluran bakat terhadap anak ke Arab
pekerjaan yang berguna dan produktif.
c. Rekreasi yang sehat sesuai dengan
kebutuhan jiwa anak.
d. Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak
sebaik - baiknya.
2. Sikap atau cara yang bersifat represif.
Yaitu pihak orang tua hendaknya ikut serta
secara aktif dalam kegiatan sosial yang bertujuan untuk menanggulangi masalah
kenakalan anak seperti menjadi anggota badan kesejahteraan keluarga dan anak,
ikut serta dalam diskusi yang khusus mengenai masalah kesejahteraan anak -
anak. Selain itu pihak orang tua terhadap anak yang bersangkutan dalam perkara
kenakalan hendaknya mengambil sikap sebagai berikut :
a. Mengadakan introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah
diperbuatnya sehingga menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan pergaulan
bebas.
b. Memahami sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan
yang menimpa anaknya.
c. Meminta bantuan para ahli ( psikolog atau petugas sosial ) di dalam
mengawasi perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu.
Ibnu Rusjid: Peragaulan Yang Sehat
Secara Islam,Penerbit Wijaya,tahun 1963
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Etika bergaul yang baik menurut islam yaitu
menyangkut larangan-larangan yang harus dijaga oleh manusia sesuai dengan apa
yang telah di ungkapkan oleh telah
ajaran islam.Yaitu bedasarkan Al-Qur’an dan hadist.
Tata cara bergaul yang baik menurut ajaran
islam yaitu dimana kita dapat menyesuaikan diri dengan orang yang kita hadapi
yang sesuai dengan kaidah – kaidah agama yang telah ada.Sehingga kiata dapat
mengetahui batasan – batasan
terhadap dalam pergaulan sesuai tingkatan
usia.
Dari penjelasan – penjelasan yang sudah saya simpulkan di atas kita
dapat mengetahui bahwa akibat pergaulan bebas dapat merusak diri – sendiri dan
menghancurkan masa depan kita. Dengan akibat pergaulan bebas dapat
menjerumuskan kita pada tindakan – tindakan negatif lainnya. Di samping itu,
dengan akibat pergaulan bebas berarti telah mendaftarkan diri kita pada
pergaulan yang merusak moral.
SARAN
Agar kita harus senantiasa membaca dan
mempelajari Al-Q ur’an dan hadist
tentang etika pergaulan yang baik.Sehingga kita dapat mengetahui dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Saran saya sebagai penulis adalah kita harus
memiliki suatu batasan – batasan tentang hidup khususnya dalam pergaulan.Supaya
kita dapat bergaul sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama.
Saran saya pada pembaca yaitu agar mengetahui informasi tentang akibat
pergaulan bebas sedini mungkin agar kita tidak terjerumus pada pergaulan bebas
yang dapat merusak moral kita sebagai umat muslim.Hendaklah kita selalu menjaga
diri kita dari ligkungan yang tidak benar, karena sudah dijelaskan bahwa
pergaulan itu dapat merusak moral kita.
DAFTAR
PUSTAKA
AIDS. 2003. Pacaran ( termasuk pergaulan bebas ). Banten : Pengaruh –
Pengaruh
Google, islami. 2005. Akibat Pergaulan Bebas. Kalimantan: HIV/AIDS
Dikutip dari
http://www.alislam.or.id/artikel/arsip/00000028.html
Ibnu Rusjid: Peragaulan Yang Sehat Secara Islam,Penerbit Wijaya,tahun
1963